Latest News

Tuesday, February 10, 2015

LANGKAH KUDA ALA JOKOWI ( Dr.Salim Said )


LANGKAH KUDA ALA JOKOWI
Dr. Salim Said.
Sudah lama tidak melihat seorang Presiden yang begitu kuat karakternya seperti Jokowi.
Sejak era Soekarno dan Soeharto, bisa dibilang langkah2 Presiden selanjutnya tidak begitu istimewa. Gus Dur sempat menjadi fenomenal, tetapi peta politik waktu itu tidak memungkinkan ia mengambil langkah lebih jauh.
Dalam sepakbola, Jokowi adalah seorang pemain gelandang yang mampu berlari kuat ditengah hambatan pemain lawan. Gerak mengecohnya, pandangan matanya yang jauh utk menempatkan bola pada kawan, membuat lawan selalu menebak2 langkah apa yang sedang dia lakukan.
Baru 3 bulan kepemimpinannya, lawan yang cerdas tidak berani lagi meremehkan langkahnya. Kemampuannya mendekati semua pihak dan bernegosiasi dengan mereka sambil merendahkan badannya, membuat lawan waspada.
Lihat saat ia hendak berangkat ke luar negeri.
Ia mengumpulkan jajaran TNI AD untuk merapatkan barisan, dan tentunya meninggalkan sebuah "pesan".
Pesannya adalah ketika ada sesuatu yang dinilai membahayakan, TNI harus turun ke lapangan. Dan ini sebuah perintah yang dipegang kuat oleh Panglima TNI.
Ia bisa saja membuat kebijakan sebelum berangkat, tapi tidak. Ia menunggu saat memukul. Ia menyampaikan keputusannya lewat Buya Syafii Maarif, orang yg sdh dianggap bapaknya sendiri, sebenarnya memang utk disampaikan ke publik.
Dengan Buya menyampaikan ke publik bahwa Jokowi tidak akan melantik BG, maka ada 2 reaksi yang dia tunggu.
Yang pertama, reaksi kelompok BG. Apakah mereka akan melakukan langkah2 panik yang kontroversial atau tidak. Jika iya, maka TNI AD akan turun dan mengambil alih Polri yang dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Maka lihat, plt Badrodin Haiti pun mengancam jika ada di internalnya yang membangkang, maka ia akan langsung mengambil tindakan. Dan tiba2 semua kericuhan ini menjadi sunyi senyap. Lawan paham bahwa mereka dijebak. Mereka sempat "sekali" menyerang KPK, tapi tiba2 mundur dengan seksama.
Yang kedua, jika tidak. Maka isu Jokowi tidak melantik BG akan panas sesaat dan ia menunggu isu itu mendingin. Ketika sudah dingin, saat Jokowi menyampaikan bahwa ia tidak jadi melantik BG, publik sudah menerimanya dengan biasa dan tidak kaget. Karena kekagetan publik bisa dimanfaatkan kelompok lain untuk semakin memperkeruh suasana.
Bisa diperhatikan, bahwa isu tidak jadinya BG dilantik mulai mendingin. Dan seperti biasa kelompok tertentu di Polri mengambil langkah. Mereka secara cepat menaikkan pangkat Budi Waseso dan mempersiapkannya untuk menjadi Kapolri.
Masalah BG sudah diselesaikan, tanpa menimbulkan kegaduhan.
Masalah Budi lainnya melihat situasi yg berkembang. Tapi dengan pernyataan Buya bahwa Jokowi tidak mungkin melantik Budi Waseso karena ia zolim, kita sudah mulai meraba petanya.
Bahkan seorang Ahok pun akan sulit membaca "dingin"nya langkah Jokowi karena Ahok seorang yang berdarah "panas". Inilah yang membuat Ahok pun menghormatinya.
Jokowi tidak hanya berkunjung ke berbagai negara. Ia sedang menyusun strategi lain dengan menggunakan waktunya. Ia mampu menjadi seperti seekor ular yang berdiam diri berhari2 menjadi sebongkah kayu, sehingga mangsanya lengah dan menganggap ia tidak berbahaya.
Menganalisa langkah2 Jokowi memang mengasyikkan. Baru kali ini kita sibuk menelaah apa yang terjadi. Ini seperti sebuah pendidikan politik. Kita jadi mengerti sistem KPK, jadi mengerti sistem di Polri, dan mencoba memahami apa yang terjadi. Tanpa terasa kita menjadi lumayan pintar bahkan ada yang sdh merasa "sangat" pintar sehingga terjebak di teori konspirasi yang membuat rumit pikiran mereka sendiri.
Buat saya, Jokowi itu seperti secangkir kopi. Bayangan pahitnya langsung hilang ketika disaat terakhir kenikmatannya menyusuri lidah. Ia adalah kuda dalam permainan catur, yang bergerak dengan bebas dan ketika ia didukung oleh bidak lainnya, ia menjadi semakin kuat dan mengancam
http://chirpstory.com/li/251506

Source : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=619732474825961&set=gm.459359154247386&type=1&theater



No comments:

Post a Comment