Latest News

Monday, February 3, 2014

Capres Tertua akan Menghalangi Jokowi Nyapres

1366247639244792666

Jokowi dan Megawati (Sumber: Viva.co.id)

Capres Tertua akan Menghalangi Jokowi Nyapres


Semua hasil survei mengenai siapa capres yang paling dipilih rakyat seandainya pilpres diadakan sekarang, selalu saja menghasilkan nama Jokowi di urutan pertama. Tak heran, karena secara faktual saja terlihat begitu besar rasa cinta dan dukungan publik terhadap Gubernur DKI Jakarta ini. Ini juga tak lepas dari peran besar media massa, terutama media online, yang juga sama-sama menyukai sosok mantan Walikota Solo yang benar-benar merakyat ini. Melihat potensi itu beberapa partai politik pun mulai mengambil ancang-ancang untuk mendekati Jokowi dengan jurus-jurus politik hipokritnya. Padahal, ketika pilpres 2014 nanti berlangsung (April 2014), Jokowi belum genap dua tahun menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Tentu saja fenomena ini bisa menjadi godaan besar bagi Jokowi untuk melupakan komitmennya ketika berkampanye sebagai calon gubernur DKI Jakarta bahwa jika terpilih dia akan ke mana-mana, melainkan tetap menjalankan jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta sampai habis masa jabatannya di tahun 2017.
Godaan-godaan tersebut juga berpotensi merupakan jebakan besar bagi Jokowi kalau dia sampai tergoda mengikuti desakan-desakan tersebut. Reputasinya yang selama ini begitu sangat bagus, justru bisa hancur berantakan seketika. Kesan serakah dan haus kekuasaan akan bisa segera melekat pada dirinya, disertai stempel-stempel negatif lainnya sama dengan pejabat-pejabat negara bermental bobrok lainnya, yang omongannya tidak bisa dipegang.
Oleh karena itu mereka yang benar-benar mencintai Jokowi sebaiknya sekarang juga menghentikan desakan-desakannya kepada Jokowi untuk nyapres di pilpres 2014. Biarkan Jokowi bersama wakilnya Ahok menyelesaikan masa jabatannya mereka sampai tuntas membenahi Jakarta semaksimal mungkin sesuai kemampuan maksimal dari mereka. Bentengi pula Jokowi dari parpol-parpol dan capres-capres-nya yang mendekati Jokowi untuk kepentingan Pilpres 2014 itu, dengan menjadikan Jokowi sebagai capres, maupun cawapres dari parpol mereka. Sebab sesungguhnya mereka itu hanya mau memanfaatkan Jokowi demi kepentingan politik mereka sendiri. Tidak lebih daripada itu.
Apabila kita mau bersabar, membiarkan dan mendukung sepenuhnya Jokowi menyelesaikan masa jabatannya sebagai Gubernur DKI itu sampai tuntas di 2017, dan Jokowi dapat menjalaninya dengan sangat baik, maka itu akan menjadi bekal yang luar biasa kuatnya, ketika Jokowi maju sebagai salah satu capres 2019. Bukan tak mungkin dengan pembuktian nyatanya sukses membenahi Jakarta, di pilpres 2019 itu Jokowi akan memecahkan rekor SBY, dengan memenangi pilpres di tahun itu dengan hanya satu kali putaran saja dengan perolehan suara sekitar 90 persen, seperti ketika dia memenangi pemilihan walikota Solo untuk periode kedua.
Syukurlah meskipun digoda oleh hasil-hasil survei itu, dukungan media dan masyarakat, sampai saat ini Jokowi menyatakan tetap memegang komitmennya untuk menyelesaikan masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia berjanji akan tetap fokus membenanhi aneka masalah maha rumit dari Ibukota ini.
Kekhawatiran Jokowi tergoda untuk menanggalkan komitmennya dan ikut-ikutannyapres membuat salah seorang pendukung setianya sampai merasa perlu berbicara langsung dengan Jokowi, mengingatkan Jokowi supaya jangan nyapres, tetapi tetap dengan jabatan Gubernurnya sampai tuntas.
Orang itu, seorang pria berusia 55 tahun, bernama Sukedris, Rabu siang (17/04), di Balai Kota DKI Jakarta, memaksa bertemu langsung dengan Jokowi untuk menyampaikan pesannya itu secara langsung. Setelah menunggu Jokowi keluar dari Gedung Balaikota, sampai lebih dari satu jam, Sukedris berhasil menerobos petugas keamanan, dan diizinkan Jokowi untuk berbicara langsung dengannya.
Kesempatan itu pun tak disia-siakan Sukedris, dengan menggunakan bahasa Jawa, dia berpesan kepada Jokowi untuk tidak terbuai dengan ajakan sejumlah orang terkait pencalonannya sebagai presiden pada pilpres 2014.
“Saya menangkan Anda (Jokowi), pertama dan kedua juga menang (dalam Pilgub DKI). Saya enggak minta apa-apa. Doa saya, semoga Anda selamat semuanya. Saya dengar dari PDI-P, Jokowi mau jadi presiden, tapi saya enggak bolehin. Saya sudah berdoa, tapi enggak usah dikasih apa-apa. Yang penting Bapak terus maju untuk provinsi ini. Jangan mau Bapak dicalonkan PDI-P atau Gerindra,” kata Sukedris (Kompas.com).
1366247693139326528
Di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 17 April 2013, Sukedris memohon langsung kepada Jokowi agar jangan tergoda nyapres di pilpres 2014 (Sumber: Kompas.com)
Setelah itu, Idris berjabat tangan dan pergi meninggalkan Jokowi. Saat diminta tanggapannya terkait permintaan Idris, Jokowi hanya tersenyum. Ia tetap memegang perkataannya yang sering ia lontarkan dalam banyak kesempatan. Jokowi ingin fokus membenahi Jakarta.
“Jawaban saya, ya, sama saja. Konsisten jawaban saya, enggak ada bedanya. Saya mau fokus, mau kerja ngurus taman, rumah susun, MRT, monorel, Pluit,” kata Jokowi.
Namun, sebenarnya kita yang tidak menghendaki Jokowi tergoda ikut-ikutannyapres, tidak perlu khawatir secara berlebihan. Setidaknya, hampir pasti dari pihak PDI-P, parpol-nya Jokowi, tidak akan memajukan Jokowi. Kenapa? Karena rupanya Bu Ketua Umum sendiri masih belum kapok untuk nyapres, setelah dua kali berturut-turut gagal. Hal ini tercermin dari setidaknya dua kali pernyataan di dua tempat dan waktu yang berbeda dari  Bu Ketua Umum sendiri, Megawati Soekarnoputri.
Di Solo, Minggu, 14 April 2013, saat menyampaikan pidato politik deklarasi pemenangan pasangan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko yang diusung PDI-P dalam pemilihan kepala daerah Jawa Tengah pada Mei mendatang, Megawati mengatakan, meskipun dia telah sepuh, tetapi tetap masih punya semangat untuk ikut nyapres di pilpres 2014. “Saya memang sudah tua, sudah sepuh,” tapi, kata Mega, untuk urusan semangat, dia siap diadu dengan orang-orang muda. “Untuk semangat boleh bertarung,” ujarnya. Dia juga bilang, sampai sekarang tetap semangat  berkeliling Indonesia (Tempo. co).
Sebelumnya, pada Minggu, 27 Januari 2013, ketika menghadiri peringatan ulang tahun PDI-P ke-40 di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Megawati melontarkan kehendaknya untuk ikut meramaikan bursa capres di pilpres 2014, meskipun usianya sepuh.
“Jangan salah ya, calon presiden tua seperti saya juga siap bertempur,” kata Megawati ketika itu (Tempo.co).
Menurut Mega, rakyat tidak melihat usia tua atau muda pada seorang calon. Pernyataan calon presiden tua layak jual sudah untuk kesekian kali dinyatakannya. “Pernah juga salah satu stasiun televisi mewawancarai saya soal usia calon presiden tua. Saya katakan kalau rakyat memilih, mau apa?” ujar Mega.
Saat ini Megawati telah berusia 66 tahun (lahir 23 Januari 1947), berarti jika benar-benar maju di pilpres 2014, usianya sudah 67 tahun lebih. Bisa dicatat MURI, sebagai capres tertua dalam sejarah Republik ini.
Megawati lupa bahwa jangankan ketika sudah sepuh, ketika masih jauh lebih muda saja dirinya  “tidak laku” sebagai presiden di mata mayoritas rakyat. Maka itu, dua kali ikut nyapres (2004 dan 2009), dua kali gagal. Kok belum kapok-kapok, ya? Masih mau ikut lagi untuk yang ketiga kalinya? Apakah mau membuat rekor MURI sebagai capres tertua dalam sejarah Indonesia, plus capres terbanyak yang gagal?
Atau, mungkin Megawati masih penasaran. Kenapa sampai dia bisa gagal dua kali itu? Apakah karena faktor SBY? Ketika SBY tidak mungkin ikut nyapres lagi di pilpres 2014, berarti lawan politik utamanya itu sudah tidak ada lagi. “Mungkin saja, ya, tanpa SBY, saya berpeluang lebih besar untuk menang?” Barangkali itu yang ada di pikiran Megawati, yang membuatnya dia cenderung memutuskan akan ikut lagi di pilpres 2014. Dia lupa, bahwa kemungkinan besar di pilpres 2014 itu akan muncul lawan-lawan pesaing capres yang jauh lebih tangguh daripada SBY, yakni para capres muda. Apalagi saat ini rakyat sudah jauh lebih pintar dan kritis daripada di era reformasi dulu.
Ketika Megawati berhasil menjadi Wakil Presiden di tahun 1999, mendampingi Abdurrachman Wahid (Gus Dur), sesungguhnya itu lebih karena faktor masih panas-panasnya euforia politik reformasi pasca jatuhnya rezim Soeharto pada 21 Mei 1998. Soeharto adalah ikon pemerintah yang otoriter, diktator,  dan koruptif, sedangkan Megawati dipandang rakyat sebagai ikon dari mereka yang ditindas rezim Soeharto.
Memang, sebenarnya pada waktu Pemilu 1999 itu, Megawati-lah yang seharusnya menjadi Presiden, karena parpol-nya, PDIP meraih suara terbanyak di Pemilu tersebut, yang secara logika politik ketika itu ketua umum parpol pemenang Pemilu-lah yang berhak dipilih sebagai presiden. Tetapi karena waktu itu sistem pemilihan presidennya masih dipegang DPR, lewat manuver politik Poros Tengah pimpinan Amien Rais, DPR berhasil menjegal Megawati, dan memilih Gus Dur-lah sebagai Presiden. Ketika Gus Dur dilengserkan pada Juli 2001, otomatis Wakil Presiden Megawati naik menjadi Presiden.
Meskipun demikian, tetap saja faktor euforia politik reformasi 1998-lah yang membuat Megawati bisa naik sampai ke jenjang tertinggi di Republik ini. Sekarang, sikon-nya jelas sudah sangat berubah. Kharisma Megawati sebagai tokoh politik korban penindasan rezim penguasa sudah hilang sama sekali. Apalagi ketika menjadi Presiden pun dia dinilai tidak berhasil. Saat ini Megawati hanya bisa mengandalkan kharisma ayahnya, Presiden pertama RI, Ir. Soekarno. Tetapi, jelas itu sangatlah tidak cukup.
Apabila Megawati benar-benar maju sebagai salah satu capres di pilpres 2014, apabila gagal lagi untuk yang ketiga kalinya, setidaknya dia bisa menghiburkan dirinya sendiri karena telah memecahkan rekor sebagai capres tertua, dan sebagai capres paling banyak gagal dalam sejarah RI. ***
Source : politik.kompasiana.com

No comments:

Post a Comment