Latest News

Saturday, November 9, 2013

Testimoni Ahok, Bagaimana Modus Wakil Rakyat Tilap Uang Kunker ke Maroko, Rekreasi ke Spanyol

Testimoni Ahok, Bagaimana Modus Wakil Rakyat Tilap Uang Kunker ke Maroko, Rekreasi ke Spanyol


Ahok.Org (02/03) – Anggota DPR dari Partai Golkar Basuki Tjahaja Purnama menelanjangi rekannya di parlemen yang melakukan korupsi. Melalui laporan kinerja bertajuk Satu Tahun Ber-DPR, Ahok –begitu dia akrab disapa– mengungkap banyak fakta menarik tentang tingkah polah para wakil rakyat di Senayan.

Dalam laporan itu, Ahok menceritakan pengalaman kunkernya ke Maroko pada akhir September 2010. Dia ikut sebagai anggota delegasi Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR dan Parlemen Maroko. Kunjungan tersebut menjadi pengalaman pertamanya menggunakan paspor dinas berwarna biru.
’’Yang membuat saya gundah, rupanya dalam perjalanan itu juga ada acara ke Spanyol,’’ ungkap Ahok di Hotel Santika, Slipi, Jakarta Selatan, kemarin (28/2). Dia merasa perjalanan ke Spanyol tersebut bukan lagi bagian dari agenda kerja sama bilateral. ’’Toh, terdapat tim lain yang berangkat ke sana,’’ ujar pria kelahiran Belitung Timur, 29 Juni 1966, itu.
Turut hadir peneliti senior CSIS J. Kristiadi, Koordinator Formappi Sebastian Salang, Koordinator ICW Danang Widoyoko, serta pengamat politik dan kebijakan publik UI Andrinof Chaniago.
Tim yang terdiri atas enam anggota DPR tersebut akhirnya berangkat pada 24 September 2010. Menurut Ahok, semua acara seharusnya sudah selesai pada 27 September sore. Artinya, mereka bisa kembali ke Indonesia keesokannya. Tetapi, anggota rombongan yang lain nekat ingin ke Spanyol.
’’Dalam jadwal acara tidak ditulis ke Spanyol. Cuma sampai 29 September, dibuat seolah-olah masih di Maroko kegiatannya dan ditulis pukul 13.20 berangkat dari Casablanca (lokasi bandara internasional Maroko, Red) menuju Jakarta,’’ jelas Ahok.
Yang keterlaluan, lanjut dia, para anggota rombongan yang pelesiran ke Spanyol tersebut tetap menerima tambahan uang saku perjalanan. Di Maroko setiap anggota dihitung USD 200/hari, termasuk hotel. Untuk Spanyol, jatahnya menjadi dua kali lipat, yakni USD 400/hari.
Ahok memutuskan untuk tetap pulang ke tanah air pada 28 September. Meski di Maroko selama lima hari, dia hanya mau menerima uang saku selama empat hari. ’’Perdiem saya di Maroko, setelah dipotong ini itu adalah USD 685,’’ katanya. Bila dihitung USD 1 sama dengan Rp 9.000, USD 685 adalah sekitar Rp 6.165.000.
Sebelumnya, dia malah ditawari menerima uang saku penuh selama tujuh hari, meski tidak ikut jalan-jalan ke Spanyol. ’’Tentu saya menolak hal itu dan meminta apa yang menjadi hak saya saja,’’ ungkap mantan bupati Belitung Timur (periode 2005–2010) tersebut.
Selaku anggota komisi II, agenda kunker pertamanya adalah ke Palu, Sulawesi Tengah. Seperti biasa, seluruh anggota rombongan mendapatkan biaya sistem lumpsum yang diatur staf sekretariat. Mulai uang tiket, uang saku, uang hotel, hingga uang transportasi dihitung dengan standar tertinggi dan termahal di kota yang akan dikunjungi.
Beberapa hari menjelang keberangkatan, cerita Ahok, staf komisi memberikan alternatif antara dibelikan tiket pesawat kelas eksekutif atau ekonomi. ’’Karena berpikir semua untuk penghematan dan kesetiakawanan, saya ikut ekonomi. Ternyata saya malah diberi selisih sisa uang dari tiket untuk eksekutif yang dibelikan untuk ekonomi,’’ kata pemilik nama Tinghoa Zhong Wan Xie tersebut lantas tersenyum.
Ahok menyatakan tidak tenang karena merasa ada etika yang dilanggar. Dari sisi penghematan uang negara, dia setuju kalau perjalanan dinas anggota dewan sebaiknya menggunakan tiket pesawat ekonomi. Tetapi, ketika uang yang dianggarkan tetap berstandar kelas eksekutif dan selisih uang tiketnya masih dikembalikan kepada anggota, justru tidak ada penghematan uang rakyat.
’’Justru anggota dewan yang untung karena mendapatkan penghasilan tambahan. Apakah ini dilaporkan dalam SPT (surat pemberitahuan) pajak?’’ katanya. Dalam kunjungan ke Palu itu, imbuh Ahok, bupati setempat juga ingin membayar uang penginapan. ’’Saya menolak ini dan sempat membuat suasana menjadi tidak nyaman,’’ tuturnya.
Selama setahun di DPR, Ahok mengatakan melihat banyak contoh konkret tentang permainan dalam penggunaan anggaran negara. Mulai permainan jumlah hari perjalanan dan rapat, perubahan tiket perjalanan, adanya dana taktis dalam berbagai kunjungan, hingga pemberian honorarium maupun pembiayaan pembahasan RUU yang sering tidak transparan.
Ditambah lagi, lanjut dia, pengambilan ’’kelebihan’’ uang reses, peningkatan uang kunjungan secara diam-diam, dan tidak jelasnya potongan pajak penghasilan DPR. ’’Memang ini tidak bermasalah dari sisi legalitas. Tetapi, secara etika sangat patut dipertanyakan karena penghambur-hamburan uang rakyat,’’ katanya.
Menurut Ahok, kalau anggota dewan saja sudah terbiasa menilap uang kecil, fungsi pengawasan terhadap kementerian pasti kedodoran. ’’Otomatis prinsipnya kamu ambil punya kamu, saya ambil punya saya,’’ sindir Ahok. Selain mengingatkan langsung, Ahok sudah melaporkan hal itu ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Namun, belum ada tindak lanjutnya sampai sekarang.
Ahok menambahkan, praktik ’’bagi-bagi uang’’ juga lazim terjadi di komisi. Tetapi, Ahok menyatakan belum pernah menemukannya secara langsung. ’’Mungkin karena tahu saya begini, saya nggak pernah ditawari. Perjalanan saja nggak mau nilep, apalagi bagi-bagi begitu,’’ katanya lantas terkekeh. [Radar Jogja]

No comments:

Post a Comment