Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai kasus penodaan agama yang dialamatkan kepada Gubernur Petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menjadi momentum pembuktian demokrasi di Indonesia.
“Proses pengadilan ini sebagai momen bagi kita semua, apakah hukum politik dan demokrasi di negeri ini akan ditentukan oleh tekanan massa atau akan ditentukan oleh akal sehat,” kata Syamsuddin dalam diskusi bertajuk Kriminalisasi SARA dalam Pilkada Sebagai Penistaan Demokrasi di Rumah Lembang, Jakarta, Rabu (4/1).
Menurut Syamsuddin, jika pada akhirnya tekanan massa yang dipilih oleh Majelis Hakim maka dampaknya bukan hanya pada kegagalan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, akan tetapi dampaknya akan berada pada kehancuran negara dalam menjaga komitmen fundamental bangsa.
Karenanya, Syamsuddin mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menolak upaya untuk mencederai keberagaman yang dipolitisasi dalam kasus Ahok.
“Upaya mencederai keberagaman itu mestinya kita tolak. Kalau kita tidak tolak, maka kita bukan hanya kehilangan Ahok akan tetapi sama saja kita kehilangan Indonesia. Karena tidak ada Indonesia jika tidak ada keberagaman,” kata Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI ini.
Profesor Riset bidang perkembangan politik Indonesia lulusan Fisip Universitas Indonesia ini menganggap kejadian ini sebagai ujian sekaligus tantangan bagi umat muslim saat ini dalam menghadapi Islam yang mulai menuju ke arah monokultur.
“Islam yang menuju ke arah monokultur ini menjadi tantangan bagi organisasi Islam besar di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, seberapa besar peran mereka dalam mencegah hal ini,” kata Syamsuddin. (DS/AK)
http://www.infonawacita.com/peneliti-lipi-tidak-hanya-kehilangan-ahok-tapi-bisa-kehilangan-indonesia/