Latest News

Tuesday, April 23, 2013

Jokowi ibarat Mikrolet


Tahun 2013 adalah adalah tahun yang panas untuk kondisi perpolitikan Indonesia yang sedang menghadapi pemilu 2014. berbagai intrik politik dengan segala macam jebakannya sudah mulai bergulir deras untuk sekedar meraih popularitas ataupun menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Sebut saja masalah Jakarta Monorel yang mendesak Jokowi untuk menandatangani surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM). memangnya Jokowi Dirut BUMD ? hehe ...
Mungkin mereka lupa kalau Jokowi adalah seorang Gubernur ... 

Tidak hanya itu, trik memanfaatkan popularitas Jokowi pun santer dilakukan oleh mereka-mereka yang ingin mendongkrak elektabilitasnya. Mulai dari Aburizal Bakri yang tiba-tiba menyandingkan Jokowi sebagai cawapresnya dalam riset Survey di Lembaga Survey Indonesia (LSI), sampai pada Hatta Rajasa maupun Farhat Abbas yang menebar isu hanya untuk nebeng tenar. 

Tapi khusus untuk masalah Farhat Abbas ini beda konteksnya, 'beliau' menggunakan cara berbeda meniru kasus lama waktu pilkada DKI kemarin, dimana ketika itu, siapa saja yang membuat pernyataan miring tentang Jokowi akan mendadak tenar, karena jutaan pendukung Jokowi pasti akan langsung bereaksi keras untuk membela Jokowi. Kondisi seperti ini yang dimanfaatkan Farhat Abbas dalam upaya untuk mendongkrak popularitasnya. 

Lewat media Twitter, Farhat Abbas yang memiliki ID ini tak henti-hentinya mencari sensasi dengan menebar pernyataan-pernyataan negatif tentang Jokowi. Dengan statemen negatif ini, 'beliau' terbukti mampu meningkatkan popularitasnya, karena banyaknya reportase media yang mengunggah statemen-statemennya yang bersinggungan dengan orang paling tenar di negeri ini (Jokowi).

Ya, .... 
Saat ini Jokowi ibarat mikrolet yang mau tidak mau terpaksa harus mengangkut para bakul sayur untuk berdagang di pasar kaget. tapi dalam hal ini yang mereka (bakul) bawa untuk diperdagangkan adalah bendera politik yang akan menjadi sumber penghidupan mereka dalam memperoleh sesuap nasi dalam pasar politik 2014 nanti.

Semua itu wajar mengingat sekarang adalah tahun yang panas karena menjelang pemilu 2014. orang akan menghalalkan segala cara hanya untuk sesuap nasi. Mereka akan berjualan apa saja, baik itu harga diri, kehormatan, maupun agama. Tujuannya hanya satu : mendapat simpati masyarakat dan memperoleh posisi jabatan untuk mendapat sesuap nasi di kursi legislatif tahun depan.

Ketika Jokowi memberi contoh bahwa dunia politik adalah dunia pengabdian, mereka justru menunjukkan cara dan paradigma lama bahwa politik adalah ajang untuk mencari sesuap nasi  ... 

*NB : Bakul = pedagang / makelar
Perpu_
Source : jokowipresiden2014.blogspot.com

Al-Quran Membolehkan Pilih Pemimpin Non-Muslim



Beberapa waktu lalu, ketika banyak pihak mempersoalkan ceramah Pak Rhoma Irama di Masjid Al Isra Tanjung Duren, Raja Dangdut itu menjawab sebagai berikut:

Saya menyampaikan firman Allah di rumah Allah. Apakah hal itu salah? Saya hanya menyampaikan kebenaran. Jika umat Islam memilih pemimpin yang kafir, maka mereka akan menjadi musuh Allah. Jika memilih pemimpin Non-Muslim, hukumannya akan menjadi musuh Allah dan mendapat azab di akhirat nanti. Allah melarang dengan tegas untuk memilih yang Non-Muslim dan ini perlu saya sampaikan karena sanksinya berat. Saya wajib menyampaikan kebenaran. Bagaimana jika banyak umat Islam menjadi musuh Allah? (Berbagai sumber media).

Kemudian, ketika banyak pihak mempermasalahkan pernyataan Pak Marzuki Alie saat tampil sebagai pembicara seminar di hadapan Kader-kader Fatayat NU Jakarta, Ketua DPR itu menjawab sebagai berikut:

Kritik yang tidak sehat sudah menjadi bias jauh dari substansi materi seminar dan berkembang luas di media masa, terutama berbagai media sosial yang bersumber dari berita yang dimuat di salah satu media online. Namun, selaku muslim yang berbicara dalam komunitas muslim, dalam kelompok warga NU Ahlussunnah wal Jamaah, referensi tulisan dan ceramah saya tentu bersumber dari hukum Islam, yaitu Al Qur'an dan As Sunnah, sebagaimana sering saya khotbahkan sebagai khotib Jum'at, ataupun kegiatan keagamaan lainnya. (kompasiana.com).

Pernyataan Pak Rhoma, Pak Marzuki serta banyak para penceramah dan khotib tidak bisa dilepaskan dari pesta demokrasi yang sedang berlangsung di Ibukota Negara sekarang ini. Saya yakin kalau bukan karena ada Calon Wakil Gubernur yang beragama Kristen Protestan, pastilah tidak akan ada ceramah dan khotbah yang menyuruh umat Islam memilih pemimpin yang seiman, pastilah tidak akan ada selebaran dan baliho yang melarang umat Islam memilih pemimpin Non-Muslim.

Saya terdorong untuk mengkaji apakah yang disampaikan Pak Rhoma dalam ceramah Ramadhan itu sebuah kebenaran; apakah jika umat Islam tidak memilih pemimpin yang beragama Islam sanksinya berat, menjadi musuh Allah dan diazab di akhirat. Juga, apakah referensi tulisan dan ceramah Pak Marzuki itu benar-benar bersumber dari hukum Islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Intinya, tulisan ini akan mengupas hukum memilih Calon Wakil Gubernur yang beragama Non-Muslim.

Saya sudah membaca makalah Pak Marzuki yang berjudul "Nilai-Nilai Kepemimpinan di dalam Ajaran Islam". Menurutnya, dasar kepemimpinan di dalam Islam yang harus dijadikan landasan, antara lain tidak mengambil orang Kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi orang-orang Muslim. Sayangnya, di makalah itu Pak Marzuki hanya mengutip ayat dan terjemahnya tanpa ada penjelasan.

Bukan Negara Islam

Dalam UUD 1945 tidak ada pasal dan ayat yang menyebutkan keislaman Negara Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Pakistan, Mesir, Arab Saudi dan Suriah yang mencantumkan Islam dalam Konstitusi sebagai agama Negara, sehingga seluruh peraturan perundang-undangan harus mengacu kepada ajaran Islam.

Dulu, sewaktu BPUPKI membahas rancangan Konstitusi, memang sempat muncul dalam Pembukaan UUD kata-kata "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pengikut-pengikutnya", dan dalam batang tubuh UUD ada pasal yang berbunyi "Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam", namun kata-kata itu kemudian dirubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa dan Presiden ialah orang Indonesia asli. Para Pendiri Republik ini sepakat bahwa Indonesia bukan Negara Islam.

Ketika UUD dibahas kembali oleh Konstituante hasil Pemilu 1955, mereka gagal menyusun Konstitusi baru, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. Amandemen UUD yang dilakukan MPR hasil Pemilu 1999 juga tidak mengubah Indonesia menjadi Negara Islam.

Dengan demikian, Negara kita bukan merupakan Negara Islam. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha, selain agama Islam. Di mata Negara, kedudukan semua pemeluk agama sama dan mempunyai hak yang sama, termasuk hak memilih dan hak dipilih. Hal ini ditegaskan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1 yang menyatakan "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan" "dan Pasal 28D Ayat 3 yang menyatakan "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, seluruh warga Negara harus mengedepankan ayat-ayat Konstitusi daripada ayat-ayat Kitab Suci. Konstitusi adalah kesepakatan dan konsensus yang dibuat oleh seluruh warga Negara, yang diwakili oleh wakil-wakilnya di MPR. Karena itu wajib hukumnya, bagi seluruh warga Negara untuk menaati dan mematuhinya.

Allah berfirman dalam Surat An-Nahl : 92, yang terjemahnya sebagai berikut:

"Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali"

Saya menafsirkan ayat ini dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara, bahwa semua warga Negara berkewajiban menepati perjanjian yang telah dibuat, yang dituangkan dalam Konstitusi.

Pintalan benang yang kuat bisa dimaknai persatuan dan kesatuan Indonesia. Umat Islam sebagai bagian dari warga Negara, dilarang mencabik-cabik dan menggores persatuan dan kesatuan, seperti seorang perempuan yang menguraikan benang yang sudah terpintal dengan kokoh, sehingga benang menjadi cerai berai.

Karena itu, segala aktifitas baik ucapan maupun tulisan yang berpotensi memecah belah persatuan, tidak saja bertentangan dengan Konstitusi, tapi juga bertentangan dengan ajaran agama, dan itu harus dihindari oleh siapapun, terutama oleh para pemuka agama dan penyelenggara Negara.

Dasar Hukum Larangan Pilih Pemimpin Non-Muslim

Jika kita membuka "Al-Quran dan Terjemahnya" yang dikeluarkan Departemen Agama RI, kita akan menemukan setidaknya ada 4 ayat yang melarang umat Islam untuk memilih pemimpin Non-Muslim. Surat Ali Imran : 28, An-Nisa : 138-139, An-Nisa : 144 dan Al-Maidah : 57.

Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua Terjemah Al-Quran mengartikan kata "auliya" pada ayat-ayat ini dengan pemimpin. Ada yang mengartikan kata wali sebagai teman setia, kekasih, orang kepercayaan, penolong dan pelindung. Karena itu, mengkaji suatu hukum tidak bisa mengandalkan terjemah semata-mata. Apalagi terjemah kata per kata, antara satu penerbit dengan penerbit lainnya bisa berbeda-beda. Kita perlu juga membuka kitab-kitab Tafsir.

Coba kita lihat Surat Ali Imran : 28, yang terjemahnya sebagai berikut:

"Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembali."

Dalam Kitab Tafsir Al-Alusi, Al-Bahrul Muhith dan Ruhul Ma'ani disebutkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah berikut ini:

Menurut satu riwayat, ayat ini turun ditujukan kepada Ubadah bin As-Samit. Ia mempunyai sekutu atau sahabat dari kalangan Yahudi. Ia mau meminta pertolongan kepada mereka dalam rangka menghadapi musuh, maka turunlah ayat ini.

Riwayat lain menyebutkan ayat ini turun ditujukan kepada orang-orang Munafik, seperti Abdullah bin Ubay dan teman-temannya yang bersekutu dengan orang-orang Yahudi.

Riwayat lain lagi menyebutkan bahwa Al-Hijjaj bin Amr, Ibnu Abil Huqaiq dan Qais bin Zaid dari kalangan Yahudi membisiki sesuatu kepada kelompok Anshor dengan niat yang tidak baik menyangkut agama. Melihat hal itu, Rifa'ah bin Munzir, Abdullah bin Zubair dan Sa'ad bin Khaisamah berkata kepada orang-orang Anshor itu, "Menjauhlah Kalian dari orang-orang Yahudi itu dan berhati-hatilah! Jangan sampai mereka melakukan rencana buruk terhadap agama Kalian." Tetapi orang-orang Anshor tetap pada pendiriannya, mereka tak bergeming, maka turunlah ayat ini.

Dengan demikian, ayat-ayat ini bukan sedang berbicara kepemimpinan. Bandingkan dengan Surat Al-Maidah : 51; Ali Imran : 118; An-Nisa : 89; dan At-Taubah : 23.

Meskipun demikian, di sini saya tidak akan memperdebatkan soal penerjemahan wali menjadi pemimpin. Saya mencoba mengikuti alur pemahaman mereka yang memandang ayat-ayat ini sebagai dasar larangan mengangkat pemimpin Non-Muslim. Seharusnya, jika itu yang dipahami, maka pemahamannya jangan berhenti sampai di situ. Membacanya harus utuh, lengkap atau menyeluruh.

Alasan Larangan Pilih Pemimpin Non-Muslim

Seorang ulama Al-Azhar Kairo, Syaikh Ahmad Musthofa Al Maraghi dalam Kitab Tafsirnya, menafsirkan Surat Ali Imran : 118, bahwa orang-orang Islam dilarang mengambil orang-orang Non-Muslim, seperti orang-orang Yahudi dan orang-orang Munafik sebagai pemimpin atau teman setia, bila mereka memiliki sifat-sifat seperti yang ditentukan dalam ayat tersebut, yaitu:
  • Mereka tidak segan-segan merusakkan dan mencelakakan urusan orang-orang Islam
  • Mereka menginginkan urusan agama dan urusan dunia orang-orang Islam dalam kesulitan yang besar
  • Mereka menampakkan kebencian kepada orang-orang Islam melalui mulut mereka yang terang-terangan
Sifat-sifat tersebut adalah persyaratan yang menyebabkan dilarangnya mengambil pemimpin dan teman setia yang bukan dari orang-orang Islam.

Bila ternyata sikap mereka berubah, seperti orang-orang Yahudi yang pada permulaan Islam terkenal sebagai golongan yang paling memusuhi orang-orang Islam, kemudian mereka mengubah sikap dengan mendukung Islam dalam penaklukan Andalusia. Juga seperti orang-orang Kristen Koptik yang membantu orang-orang Islam dalam menaklukkan Mesir dengan mengusir orang-orang Romawi yang menduduki lembah Sungai Nil itu. Dalam keadaan seperti itu tidak dilarang mengambil mereka sebagai pemimpin atau teman setia.

Khalifah Umar sendiri membentuk orang-orang yang mengurusi dewannya dari orang-orang Non-Muslim. Dan para khalifah sesudahnya melakukan hal yang sama. Ketentuan ini dijalankan oleh pemerintahan Bani Abbas dan lain sebagainya dari kalangan Raja-raja Islam. Mereka mempercayakan jabatan-jabatan kenegaraan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Pendapat Syaikh Yusuf Qaradhawi tak jauh beda dengan Syaikh Al Maraghi. Dalam buku Min Fiqh al-Dawlah fi al-Islam, doktor alumni Universitas Al-Azhar itu mengatakan, orang-orang Islam dilarang mengangkat orang-orang Non-Muslim sebagai teman, orang kepercayaan, penolong, pelindung, pengurus dan pemimpin, bukan semata-mata karena beda agama. Akan tetapi, karena mereka membenci agama Islam dan memerangi orang-orang Islam, atau dalam bahasa Al-Quran disebut memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Syaikh Qaradhawi mendasarkan pendapatnya pada Surat Al-Mumtahanah : 1, yang terjemahnya sebagai berikut:

"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang. Padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu"

Syaikh Qaradhawi yang juga Ketua Persatuan Ulama Muslim Internasional, membagi orang Kafir atau Non-Muslim menjadi dua golongan. Pertama, yaitu golongan yang berdamai dengan orang-orang Islam, tidak memerangi dan mengusir mereka dari negeri mereka. Terhadap golongan ini, umat Islam harus berbuat baik dan berbuat adil. Di antaranya memberikan hak-hak politik sebagai warga Negara, yang sama dengan warga Negara lainnya, sehingga mereka tidak merasa terasingkan sebagai sesama anak Ibu Pertiwi.

Sedangkan golongan kedua, adalah golongan yang memusuhi dan memerangi umat Islam, seperti orang-orang Non-Muslim Mekah pada masa permulaan Islam yang sering menindas, menyiksa dan mencelakakan umat Islam. Terhadap golongan ini, umat Islam diharamkan mengangkat mereka sebagai pemimpin atau teman setia.

Pendapat Syaikh Qaradhawi ini didasarkan pada Surat Al-Mumtahanah : 8, yang terjemahnya sebagai berikut:

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari kampong halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

Boleh Memilih Calon Wakil Gubernur Non-Muslim

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, hukum dilarangnya mengangkat orang-orang Non-Muslim sebagai pemimpin karena adanya illat (alasan), yaitu adanya kekhawatiran dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin Non-Muslim tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan, maka hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan adanya bahaya itu tidak ada, maka hukumnya boleh. Umat Islam boleh memilih Calon Wakil Gubernur Non-Muslim, jika Pejabat tersebut tidak dikhawatirkan akan menghancurkan Islam dan memerangi umat Islam.

Di samping itu, dalam situasi dan kondisi Indonesia yang demokratis, tentu kekhawatiran seperti itu kurang beralasan, karena kekuasaan Pemerintah Daerah tidak mutlak dan tidak absolut. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur apa saja yang menjadi tugas dan kewenangan serta kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta apa saja yang tidak boleh dilakukan.

Misalnya Pasal 28 Poin (a) menyebutkan, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain;

Kebijakan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak bisa sewenang-wenang dan sesuka hatinya, namun harus didasarkan peraturan perundang-undangan. Jika ada Kepala Daerah atau Wakilnya yang berani melanggar aturan, maka bersiap-siaplah untuk berurusan dengan aparat penegak hukum dan menghadapi demonstrasi rakyat.

Kebijakan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak bisa ditentukan sendiri secara otoriter. Setiap kebijakan yang diputuskan harus melalui musyawarah dengan banyak pihak, dan dalam pelaksanaannya diawasi oleh rakyat dan wakil-wakilnya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat, serta dikontrol oleh koran, majalah, televisi, radio, dan juga LSM.

Semoga Allah membukakan pintu hati kita untuk bisa bersikap adil kepada sesama warga Negara, tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras dan golongan. Janganlah karena perbedaan, lantas kita menutup mata terhadap kelebihan-kelebihan orang lain. "Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu golongan, mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah" (Surat Al-Maidah : 8)

Sumber : http://politik.kompasiana.com/2012/09/12/al-quran-membolehkan-pilih-pemimpin-non-muslim-492673.html

Pandangan Saya Sebagai Orang Islam Terhadap Ahok



Kamis kemarin, 19 Juli 2012, KPUD Jakarta mengumumkan hasil Pemilukada tanggal 11 Juli 2012 yang lalu. Hasilnya sebagai berikut:

Jokowi -Ahok 42,6 %
Foke -Nara 34,05 %
Hidayat - Didik 11,7 %
Faisal - Biem 4,9 %
Alex -Nono 4,67 %
Herdardji - Riza 1,97 %

Tampilnya pasangan Joko Widodo " Basuki Tjahaja Purnama atau Jokowi " Ahok sebagai peraih suara paling tinggi cukup mengejutkan bagi saya, karena survei-survei yang dilakukan sebelum hari pemilihan hanya menempatkan pasangan kotak-kotak itu pada posisi kedua. 

Padahal, Calon Wakil Gubernur yang diusung PDI Perjuangan dan Gerinda itu beragama Kristen Protestan. Hasil ini menunjukkan, agama Calon Gubernur dan Wakil Gubernur tidak terlalu menjadi persoalan bagi warga Jakarta yang mayoritas Muslim. Mereka sama sekali tak menghiraukan fatwa atau pendapat yang mengharamkan memilih Non-Muslim sebagai pemimpin. 

Memang sudah seharusnya pemilih Jakarta menunjukkan kelasnya sebagai warga Ibukota yang cerdas, rasional dan tidak emosional, yang menyadari isu agama itu dimunculkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, untuk kepentingan politik sesaat.

Isu agama bukan kali pertama terjadi di dunia perpolitikan di Indonesia. Pemilihan Presiden tahun 1999, 2004 dan 2009 selalu diwarnai isu agama. Tahun 1999 sekelompok ulama dan tokoh Islam mengeluarkan fatwa haramnya perempuan menjadi presiden. Fatwa itu sengaja dimunculkan untuk menghadang Megawati Soekarno Putri, karena ada kekhawatiran terhadap orang-orang di belakang Megawati yang rata-rata abangan dan bahkan Non-Muslim. 

Pada Pilpres 2004 isu agama kembali dihembuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Istri Calon Presiden SBY dituduh beragama Kristen karena namanya Kristiani Herrawati. Demikian juga pada Pilpres 2009 istri Calon Wakil Presiden Boediono dituduh beragama Kristen. Akibat tuduhan itu, beberapa kali Bu Herawati mengenakan jilbab untuk menunjukkan di depan publik bahwa tuduhan itu tidak benar.
Ternyata semua isu agama itu tidak terbukti. Kekhawatiran adanya kristenisasi dan pembangunan gereja besar-besaran pada pemerintahan Megawati, ketika Bu Ani Yudhoyono menjadi ibu Negara dan pada saat Bu Herawati Boediono menjadi Ibu Wakil Presiden, semua itu tidak terbukti. Rakyat akhirnya paham bahwa isu agama hanyalah dijadikan mainan politik semata. 

Memilih Pemimpin yang Sejati

Menurut saya, memilih pemimpin harus didasarkan kepada kemampuan Calon, bukan apa agama Calon. Sebab, soal agama adalah urusan pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Apakah Calon rajin sembahyang atau tidak, tekun puasa Ramadhan atau tidak, dan selalu membayar zakat atau tidak, itu semua bukan urusan rakyat untuk mengetahuinya.

Yang perlu dipertimbangkan saat memilih pemimpin adalah sejauhmana kemampuan pemimpin untuk menghadirkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu, yang harus dipilih adalah pemimpin yang adil sehingga kepemimpinannya membawa kemaslahatan (kemanfaatan) bagi rakyat yang dipimpinnya.
Dalam Kitab Al-Hisbah karangan Ibnu Taimiyah dinyatakan sebagai berikut:

???? ???? 
Artinya:
"Allah akan menolong Negara yang adil meskipun Negara itu Kafir. Dan Allah tidak akan menolong Negara yang dholim meskipun Negara itu Mukmin (Islam)."

Kita bisa melihat Australia, Jepang, Korea, Negara-negara Eropa dan Amerika yang penduduknya bukan mayoritas Muslim (baca: Kafir), tapi ternyata lebih maju dan sejahtera dibandingkan dengan Negara-negara Islam seperti Mesir, Yaman, Aljazair, Oman, Libya dan Tunis, tidak lain karena Negara-negara Kafir itu menjunjung tinggi keadilan. Maka Allah menolong mereka karena keadilan yang mereka tegakkan.
 
Seorang tokoh pembaharu asal Mesir, Mohammad Abduh mengatakan "Saya melihat Islam di Barat tapi saya tidak temukan Kaum Muslim di sana. Sebaliknya, saya menemukan Kaum Muslim di Timur tapi saya tidak melihat ada Islam di sana." Maksudnya, Orang-orang Barat tidak mengenal agama Islam, namun perilakunya mencerminkan ajaran Islam. Mereka menjunjung tinggi keadilan, giat bekerja, disiplin, memudahkan urusan orang lain, menjaga kebersihan dan ketertiban umum serta menghargai waktu.
Nah, inilah pentingnya memilih pemimpin yang diyakini mampu menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Soal apa agama pemimpin tersebut, itu bukan faktor penting Sebab, bisajadi ada pemimpin yang di KTP tertulis agama Islam, tapi perilakunya justru Kafir, tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Keislaman seorang pemimpin bukan dilihat dari peci dan baju koko-nya, melainkan dari perilakunya. Pemimpin yang mengaku Islam sebagai agamanya, tidak berani berbuat korupsi, tidak menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi, dan tidak berbuat dholim kepada rakyatnya. 

Sebaliknya, tidak mustahil ada pemimpin yang di KTP tertulis Kristen tapi perilakunya malah sangat Islami. Ia curahkan segala pikiran dan tenaganya untuk kesejahteraan rakyat, sehingga rakyat bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, baik jasmani maupun rohani. Ia kerahkan jiwa dan raganya untuk kemaslahatan (kemanfaatan) rakyat, sehingga rakyat tidak menemui kesulitan untuk memperoleh pangan, sandang dan papan, bahkan untuk melakukan peribadatan kepada Allah SWT. Pemimpin seperti itu sesuai dengan Kaidah Fiqh:
???? 
Artinya:
"Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus mengacu pada kemaslahatan (kebaikan) rakyat".

Kajian Dalil Larangan Memilih Pemimpin Kafir
Memang dalam kitab Suci Al-Quran ada beberapa ayat yang melarang umat Islam untuk memilih pemimpin yang tidak beragama Islam. Di antaranya ayat-ayat yang terjemahannya berikut ini:
  • Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpinmu (Al-Maidah : 51)

  • Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin-pemimpinmu dengan meninggalkan orang-orang Mukmin / Muslim (An-Nisa : 144)
Menurut saya, ayat-ayat di atas benar adanya. Hanya saja, pertanyaannya adalah orang Kafir seperti apa yang tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin. Di sinilah perlunya melakukan apa yang dalam Logika Hukum disebut Rechtsvervijning (Pengkonkritan atau Penghalusan Hukum) yang merupakan salah satu metode dalam Konstruksi Hukum.

Kita tidak boleh memahami ayat secara apa adanya atau tekstual, tapi harus melakukan kontekstualisasi. Kenapa orang Kafir tidak boleh dijadikan pemimpin? Bagaimana kondisi dan situasi pada saat ayat itu diturunkan? Apakah keadaan sekarang masuk dalam kriteria tidak dibolehkannya mengangkat pemimpin Kafir seperti pada masa Rasulullah SAW. masih hidup dulu? 

Saya berpendapat bahwa orang-orang Islam tidak boleh memilih pemimpin Kafir dengan catatan pemimpin tersebut membawa dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin Kafir tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan bagi agama dan umat Islam, maka hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan itu tidak ada maka hukumnya boleh.

Lagi pula, untuk ukuran jaman sekarang di era demokrasi, pemimpin tidak bisa tampil secara sewenang-wenang dan sesuka hatinya. Ia tidak bisa menjadi satu-satunya pengambil kebijakan. Setiap kebijakan yang diputuskan harus melalui musyawarah dengan banyak pihak dan dalam pelaksanaannya dikontrol oleh rakyat, baik melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat, media dan LSM. Adanya mekanisme kontrol inilah yang membedakan pemerintahan sekarang dengan jaman dulu.

Pemimpin sekarang tidak akan berani berbuat semena-mena, kecuali ia akan menjadi bulan-bulanan media dan didemonstrasi oleh rakyat. Karena itu, kekhawatiran dengan adanya pemimpin Kafir tidak mempunyai dasar. 

Sosok Ahok yang Islami

Ada seorang ulama di Belitung Timur, kampung halaman Ahok, yang mengatakan, "Pada diri Ahok ditemukan sifat-sifat kenabian, yaitu Shidiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (mampu berkomunikasi) dan Fathonah (cerdas)."

Saya sependapat dengan ulama tersebut. Berdasarkan rekam jejak yang dipublikasikan, selama memimpin Belitung Timur, Ahok terkenal sebagai sosok pemimpin yang profesional, jujur, bersih, transparan dan merakyat. Sifat-sifat itu sesuai dengan ajaran Islam. 

Ahok tak menjaga jarak antara dirinya dengan rakyat. Ia biasa keliling kampung untuk mengetahui persoalan rakyatnya. Perilaku Ahok itu seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab yang suka keliling kampung. Dengan keliling kampung, Khalifah Umar pernah dikisahkan menemukan suara tangis pada malam hari. Ternyata ada anak-anak kecil yang menangis tiada henti karena tidak makan berhari-hari. Karena merasa bersalah, Khalifah Umar spontan mengambil sendiri makanan yang ada di gudang Negara, memikulnya sendiri dan mengantarkan ke keluarga tadi. Itulah perlunya pemimpin turun ke bawah (turba) sehingga tahu persis keadaan rakyat yang dipimpinnya, dan tidak melulu mengandalkan laporan dari staf-stafnya. 

Ahok juga tidak pernah memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi. Justru yang terjadi, Ahok memotong uang perjalanan dinasnya untuk membantu rakyatnya yang miskin. Perilaku Ahok ini mengingatkan saya kepada cerita Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Suatu ketika putranya datang menghadap ke Istana, lalu Khalifah Umar bertanya, �Untuk urusan apa, Kamu datang, Nak?� Sang putra menjawab, �Untuk urusan pribadi.�
Seketika Khalifah Umar mematikan lampu ruangan. Sang putra bertanya lagi, �Kenapa dimatikan, Ayahanda?�

�Karena lampu ini dibiayai oleh Negara. Tidak boleh menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi.� Subhanallah.

Perilaku Ahok itu jarang ditemukan pada pemimpin-pemimpin saat ini. Tidak sedikit Gubernur dan Bupati/Walikota yang mendekam di penjara karena terlibat kasus korupsi penggunaan APBD. Tapi tidak termasuk Ahok. Ia sadar bahwa APBD adalah uang rakyat yang harus dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Maka, uang itu haram dimanfaatkan untuk urusan pribadi, seperti untuk memperkaya diri sendiri atau untuk mendanai kampanye pemenangan dalam Pemilukada. 

Ketika pemilukada Belitung Timur 2005, ada kekhawatiran bahwa jika terpilih, Ahok akan melakukan kristenisasi atau membangun gereja besar-besaran, ternyata kekhawatiran itu tidak terbukti. Selama memimpin Belitung Timur, Ahok lebih menjunjung tinggi ayat-ayat Konstitusi. 

Lagi pula, kalau kelak benar-benar terpilih pada Pemilukada Jakarta putaran kedua tanggal 20 September 2012, sosok Jokowi tidak akan mungkin membiarkan wakilnya, Ahok sibuk memprioritaskan urusan agamanya ketimbang urusan rakyat keseluruhan. Ahok bukan pasangan pertama Jokowi. Sebelumnya, Jokowi sudah pernah berpasangan dengan Wakil yang beragama Kristen. Selama dua periode kepemimpinannya di Solo, Jokowi didampingi Wakil yang juga beragama Kristen. Namanya FX Hadi Rudyatmo. Dan, selama ini tidak pernah terjadi apa-apa.
Lalu, apa yang dikhawatirkan dari Ahok?

Sumber : http://politik.kompasiana.com/2012/07/20/pandangan-saya-sebagai-orang-islam-terhadap-ahok-479224.html

Sunday, April 21, 2013

Antara Soekarno, Monas dan Jokowi.



Tercetak dalam sejarah bagaimana dulu Indonesia begitu menggemparkan Dunia dibawah Soekarno sebagai Presidennya. Indonesia adalah satu-satunya Negara yang berani menentang PBB dan bahkan keluar dari keanggotaan PBB yang kemudian mendirikan Konfrensi Asia Afrika (KAA) dengan jumlah anggota 29 Negara, bahkan diprediksi dalam waktu kurang dari 10 tahun akan sebanding dengan jumah anggota PBB. Ini pasti akan sangat mengancam dominasi Amerika sebagai Negara Adidaya yang memanfaatkan PBB sebagai organisasi yang menjadikan anggotanya seperti Negara - Negara federasi alias Negara serikat yang mana ketuanya / penguasanya adalah Amerika sebagai pemegang kebijakan tertingginya.

Soekarno bertekat untuk membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia mampu berdiri sendiri dengan istilah BERDIKARI yang tertuang dalam azas TRISAKTI,  yakni berdaulat secara politik, ekonomi, social dan budaya.

Tentu keputusan Soekarno yang berani sangat mengejutkan dunia dan bahkan membuat Amerika sempat shock, karena Soekarno tidak main-main dengan kedekatannya kepada China dan Soviet (Rusia) tlah membuat semua Negara di dunia mengarahkan perhatiannya secara penuh terhadap sepak terjang Soekarno yang kemudian mendatangkan berbagai peralatan perang dari Soviet  untuk menghadapi Belanda yang waktu itu masih menguasai irian barat.

Gagasan Soekarno yang demikian Revolusioner yang dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi Mercusuar Dunia dibuktikan dengan keberaniannya untuk menolak bantuan Amerika yang sarat dengan intervensi itu. "go to hell with Your Aid" ' itulah kata-kata Soekarno yang sempat mendapat perhatian Dunia, dan Dunia pun mengakui bahwa Soekarno adalah pelopor kemerdekaan bagi Negara-negara Asia dan Afrika, dengan menekankan kemandirian Bangsa tanpa intervensi asing atas segala kebijakan di Negara-negara baru, Negara-negara muda ,,, Negara yang baru merdeka.

Tentu keputusan Soekarno membawa konsekwensi yang besar bagi Bangsa ini, dimana Indonesia benar-benar terisolasi oleh PBB. Indonesia harus benar-benar mampu mencukupi kehidupannya sendiri ditengah krisis yang begitu besar karena isolasi PBB. Tapi Soekarno yakin bahwa Indonesia adalah Negara tropis, yang mana setiap tahun bisa bercocok tanam untuk mencukupi kebutuhan pangan. Beda dengan kondisi di eropa yang memiliki 4 musim dan hanya bisa bercocok tanam separuh tahun.

Dengan kekayaan alam yang begitu melimpah di negeri ini, Soekarno pun membangun proyek-proyek mercusuar untuk memperlihatkan kepada dunia betapa kaya dan loh jinawinya Indonesia.  Irian barat yang telah masuk ke pangkuan ibu pertiwi adalah asset sangat berharga yang selama itu dijadikan ajang perebutan antara Jepang dan sekutu karena kandungan emasnya.

Mungkin dari situlah Soekarno membangun Tugu Monas dengan menempatkan bongkahan emas diatasnya. Karena Indonesia memiliki kandungan emas terbesar diseluruh dunia.  Atau mungkin ini Soekarno hanyalah pembawa tanda, ketika sadar ataupun tidak sadar telah membangun tugu monas dengan design yang apik, sangat berbeda dari tugu-tugu lain diseluruh dunia dengan pondasi yang menyerupai huruf "W".


Mungkin ini hanyalah intuisi saya yang sedang gak bisa tidur karena tiba-tiba saja terbersit lukisan monas dan dibarengi dengan terlintasnya nama Jokowi alias Joko Widodo yang inisialnya seperti tergambar di Tugu Monas tersebut, mengingat sepeninggal Soekarno, hanya Jokowi yang berani menentang intervensi pinjaman asing (World Bank) yang kemarin sempat membuat heboh.



Mungkinkah ini memang tanda akan hadirnya masa keemasan di negeri yang sudah sekian lama terpuruk ini '??  '. Semoga saja ' Amiiin

Perpu_

Source : jokowipresiden2014.blogspot.com

Friday, April 12, 2013

Kronologi Pencopotan Pejabat Rusun Marunda Oleh Ahok



1. Mau kulwit detik2 ketua rusun Marunda dipecat.

2. Banyak laporan yang masuk tentang Rumah Susun (Rusun) Marunda ke @basuki_btp oleh masyarakat sekitar. Rusun milik Pemprov DKI 'dijual' oknum

3. Mendengar laporan trsbt, Pak Ahok lgsg tinjau rusun marunda dan bertemu dgn pengelolanya yaitu Kusnandar yg menjabat sjk periode sblm JB.

4. Kusnandar blg ke @basuki_btp kalo warga Marunda tdk adaa yang minat tinggal dirumah susun yg jumlahnya 1000 unit tersebut.

5. Mendengar pengkuan K, pak ahok lgsg nanya warga yg ketika itu ada juga di tempat. "Apa yg membuat bpk/ibu tdk mau ttinggal disini ?"

6. Warga menjawab "kami sudah mengajukan untk tinggal di rusun ini tetapi tdk pernah ditanggapi, harganya pun mahal&syarat2 memberatkan kami"

7. "Selain itu, pengelola juga blg kl rusun ini sudah penuh" . Lalu Ahok cek ke unit2 rusun trsbt.

8. Tiap lantai, ada 20 unit tetapi yang ditempati hanya 5-10 unit, Ahok marah besar. Semua warga disuruh daftar saat itu jg&ditongkrongin Ahok

9. 30menit kemudian Ahok meninggalkan rusun dan tinjau pelabuhan baru di Marunda. Pelabuhan baru yg dapat merekrut 2000 tenaga kerja.

10. Ketika sampai pelabuhan, Ahok mendapat kabar katanya setelah bberpa menit Ahok tinggalkan rusun, pengelola menutup pendaftaran. Warga kecewa

11. pun balik lagi ke rusun tersebut (jam 7 mlm) untuk mengecek kembali laporan yang baru diterimanya.

12. Di Jalan menuju rusun, Ahok ketemu tukang siomay. Ahok pun iseng bertanya dimana tukang siomay (TS) itu tinggal.

13. TS trsbt ngontrak di ujung marunda 350rb per bulan. Ahok nanya knp ga mau tinggal dirusun ini?padahal paling atas seharga 150rb perbln.

14. Apa jawaban dari TS tersebut? TS bilang "pengelola tdk yakin saya bisa bayar krna harganya tinggi dan ga pantas tinggal di rusun trsbt".

15. Tau Ahok kan? Sesampainya di Rusun dipanggil lagi si K dan langsung kelabakan. Gak nyangka kalo Ahok bakal balik lagi.

16. �Ya marah2nya Ahok kalian udh pasti tau. Kali ini marahnya lbh dari PU :p . Dipanggil lah Camat dan lurah setempat.

17. si K, Camat, Lurah dikumpulin. Otomatis si K udah "dirumahkan" oleh Ahok dgn persetujuan Jokowi. Camat dan lurah pun jg ditanya Ahok.

18. "Sanggup gak urus rusun ini?kalo ga sanggup gue copot juga". Camat&lurah pun sampai malam mendata lgsg warga yg mau tinggal di rusun trsbt.

19. You know, si K mobilnya keren lho. Kayak mobil dishub yang waktu di pake @basuki_btp saat banjir. Pasti mahal harganya :)

20. Ternyata, dibalik banjir ada hikmahnya juga. Semua bobrok jadi ketauan deh. Sekarang warga Marunda bs menikmati rusun yg udh disediain pemda

21. Bayangin kalo @JokowiAhok gak buka laporan pengaduan, yang "diatas" makin semena2 dan rakyat bingung mau ngadu kesiapa.

22. Begitulah cerita jalannya pemecatan pengelola rusun marunda, kalo ada keluhan jgn sungkan lapor&jgn takut. Terima kasih atas partisipasinya

Sumber : http://storify.com/pertanda/pemecatan-kepala-rusun-marunda-oleh-wagub-dki-ahok

Majalah TIME Sebut Jokowi Pemimpin Fenomenal


Majalah TIME Sebut Jokowi Pemimpin Fenomenal

Tribunnews.com, Jakarta - Nama Joko Widodo semakin dikenal luas. Tak hanya merembet ke skala nasional, figur Gubernur DKI Jakarta ini juga dikenal sampai ke luar negeri. Ia berbeda dan unik, itulah yang menarik dari sosoknya.

 Kamis (11/4/2013), tim liputan majalah TIME dari Amerika Serikat melakukan wawancara dengan mantan Wali Kota Surakarta tersebut. Sesi wawancara yang semula digelar pukul 14.30 WIB di ruang kerja Gubernur dilanjutkan ke lapangan. Pasar Menteng Pulo, Kecamatan Menteng Atas, Jakarta Selatan, dipilih menjadi lokasi wawancara sekaligus sesi pengambilan gambar (taping).

Meski akan dimuat di majalah dan dikemas dalam bentuk jurnalisme kisah, pada saat liputan, sebuah kamera video tampak terpasang merekam jalannya wawancara. Dua jurnalis Time bernama Dean Jay Mathew dan Shanta Dwarkasing melakukan tugas jurnalistiknya dengan mewawancarai peraih predikat wali kota terbaik ketiga  sedunia dalam World Mayor Project 2012 itu.

Majalah Time meliput profil Jokowi dengan alasan sederhana. Jokowi dinilai unik karena menjadi sosok wirausahawan yang berpolitik dan sukses menjadi seorang pemimpin. Kegemaran Jokowi dalam melakukan kunjungan ke kampung-kampung kumuh atau blusukan kini menjadi ciri khasnya.

"Jokowi berbeda dari pemimpin lokal lain yang pernah saya temui. Ia mengunjungi langsung kampung demi kampung untuk mengetahui permasalahan. Ia sungguh fenomenal," kata Dean saat ditemui di Pasar Menteng Pulo, Kamis sore.

Tak hanya Dean, Shanta juga memiliki penilaian serupa. Menurutnya, Jokowi itu menarik dan perlu untuk dikupas. Ia terkesan oleh sosok Jokowi yang selama 23 tahun menjalani profesi sebagai pengusaha mebel, kemudian loncat dan sukses menjadi seorang pemimpin pemerintahan.

"Kami coba membuat berita feature, bagaimana seorang pebisnis mampu menjadi seorang pemimpin politik lokal," ujar Shanta.

Di Pasar Menteng Pulo, wawancara berlangsung sekitar 20 menit. Meski tak terdengar jelas karena ingin memberi jarak supaya proses wawancara tak terganggu, Jokowi tampak lugas menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan dengan bahasa Inggris.

Seusai wawancara, Jokowi mengajak kedua wartawan Time melihat kondisi pasar. Jokowi mengakhiri kegiatannya dengan membagi-bagikan bahan kebutuhan pokok untuk warga di sekitar pasar.

http://jakarta.tribunnews.com/2013/04/12/majalah-time-sebut-jokowi-pemimpin-fenomenal

Monday, April 8, 2013

Tolak Didikte Bank Dunia, Jokowi Pelopori Kemandirian Bangsa

 

Sikap Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, yang menolak didikte oleh Bank Dunia melalui proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI), mendapat apresiasi banyak pihak.

Diantaranya, Koalisi Anti Utang, Lingkar Madani Indonesia (LIMA), dan Institut For Global Justice (IGJ). Mereka menyatakan sikapnya melalui konferensi pers di Dapur Selera, Tebet, Jakarta Selatan (8/4).

"Kami mengapresiasi ketegasan Jokowi untuk menghentikan upaya pihak asing terus mengontrol dan mengintervensi kebijakan di Indonesia, khususnya di Jakarta," kata Ketua Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan.

Menurut Dani, langkah Jokowi ini merupakan pukulan telak bagi pendirian neoliberal rezim SBY, yang sangat koperatif dengan lembaga kreditur asing dan investor asing.

"Sikap Jokowi sangat bertolak belakang dengan sikap SBY. Kita tahu, Presiden SBY justru suka menumpuk utang, memberi konsesi tambang mineral dan migas kepada asing," tegasnya.

Dani juga memuji langkah Jokowi yang berencana membatalkan kontrak dengan perusahaan air minum asing, yakni Palyja dan Aetra. "Kedua perusahaan itu telah mengeruk keuntungan dari bisnis air di Jakarta. Layanan air bersih bukannya membaik, malah semakin buruk," ungkapnya.

Hal senada diungkapkan oleh Direktur LIMA, Ray Rangkuti, bahwa sikap Jokowi ini sesuai dengan amanat UUD 1945. "Ini sejalan dengan cita-cita merdeka, lepas dari intervensi dan ketergantungan terhadap asing," tegasnya.

Ia berharap, sikap Jokowi ini dijadikan panutan dan diikuti oleh kepala daerah lain di Indonesia. " Kalau Jokowi bisa menolak bantuan Bank Dunia, pemerintah daerah lain pasti mau mencontohnya," ujarnya.

Sementara itu, peneliti dari IGJ, Salamuddin Daeng, berharap agar sikap Jokowi itu tidak hanya berhenti dengan Bank Dunia. "Kita ingin agar Jokowi juga menolak bantuan dari lembaga dan negara asing lain," paparnya.

Ia juga berharap agar Jokowi menolak untuk menggunakan aset daerah untuk diputar di sektor keuangan. Terakhir, Ia berharap agar Jokowi menolak semua mekanisme pembiayaan oleh Bank Dunia dalam berbagai proyek pembangunan.

Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20130408/tolak-didikte-bank-dunia-jokowi-pelopori-kemandirian-bangsa.html#ixzz2PtFzRNGy

Follow us: @berdikarionline on Twitter | berdikarionlinedotcom on Facebook

KJS Jokowi Gagal Total ..!



Penerapan system baru Jaminan kesehatan bagi masyarakat Jakarta yang kita kenal dengan sebutan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang digagas Jokowi terbukti gagal total. Ini disebabkan oleh ketidak siapan jumlah rumah sakit yang tidak sebanding dengan jumlah warga miskin di Jakarta yang berbondong-bondong menggunakan fasilitas KJS yang diberikan Jokowi sebagai bukti janji-janji kampanye Jokowi saat Pilkada DKI kemarin. Realisasi KJS di lapangan menemui banyak kendala, mulai dari kurangnya tenaga, peralatan & fasilitas medis termasuk jumlah ruangan di rumah sakit yang sangat tidak memadai menjadi masalah baru mengiringi diluncurkannya KJS kepada warga Jakarta. Walaupun Jokowi telah merombak beberapa Rumah Sakit dan menetapkan penambahan 300-an ruang kelas dua untuk dijadikan ruang kelas tiga untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pasien KJS.

Berita miringpun seketika mengusik telinga kita, dimana kasus bayi kembar Dera yang kita tahu kemarin mendapat penolakan dari 8 Rumah Sakit karena alasan penuh, dan beberapa kasus lain yang juga mendapat penolakan dari Rumah Sakit karena pihak Rumah Sakit beralasan bahwa Pemprov DKI masih memiliki hutang ratusan milliard yang belum terbayarkan kepada pihak kesehatan.

Meninjau dari niat baik dan system yang ditawarkan Jokowi dengan program KJS nya, memang sekilas terlihat begitu bagus & merakyat. Tapi semua itu menjadi sia-sia dan menimbulkan masalah-masalah baru yang justru menyulitkan rakyat, karena tidak sesuai dengan jumlah fasilitas kesehatan yang tidak sebanding dengan jumlah warga DKI yang berkisar 9 jutaan jiwa itu. Peningkatan pasien 100% lebih, dari sebelum dikeluarkannya KJS, jelas membuat Rumah Sakit kelabakan, mengingat selama ini mereka bekerja dengan santai dan hanya melayani kalangan menengah keatas, tiba-tiba harus berurusan dengan banyaknya pasien dari kalangan miskin dan melarat, dan yang pasti penampilan mereka terlihat kumal, lusuh dan kumuh, tapi mereka mendapat fasilitas istimewa dari Gubernurnya dengan kartu sakti KJS nya yang mana dengan kartu itu, biaya kesehatannya dijamin oleh pemda.

Sebagai seorang Jokowi yang telah pernah menerapkan system yang sama waktu menjabat walikota di Solo dulu, sudah seharusnya Jokowi bisa memprediksikan kejadian ini & menyiapkan Infrastrukturnya terlebih dahulu, mulai dari penambahan jumlah puskesmas, Rumah Sakit, fasilitas & tenaga medisnya dalam beberapa tahun. Agar kasus pasien yang meninggal karena ditolak Rumah Sakit yang penuh tidak terjadi. Lonjakan 500 ribuan pasien akibat KJS itu tidak akan masuk rumah sakit kalau saja Jokowi tidak memberlakukan KJS saat ini, dan mereka mungkin sebagian akan menginggal dunia di rumah mereka tanpa harus membuat keributan di media yang membuat telinga kita sakit dan miris. Sementara Jokowi bisa menyiapkan infrastruktus kesehatan hingga beberapa tahun kedepan. Mungkin itu akan jauh lebih baik. Apalagi selama ini masyarakat memang tidak terbiasa masuk Rumah Sakit karena biaya yang mahal dan sulitnya mengurus Gakin & Jamkesmas, mereka lebih baik menghembuskan nafasnya yang terakhir dirumah mereka tanpa harus lelah memasukkan ke Rumah Sakit. Dan wartawanpun bisa bekerja sebagaimana mestinya untuk meliput berita tentang korupsi.

Akan lebih baik Jika KJS itu ditarik dan kembali ke system lama, dimana pasien harus terlebih dahulu mengurus Gakin dan Jamkesda selama beberapa hari / minggu sebelum masuk rumah sakit. Dengan cara ini, pasti tidak akan ada antrian panjang di Rumah Sakit, karena besar kemungkinan, pasien itu telah menghembuskan nafasnya di rumah saat Jamkesmas mereka terima. Dengan cara ini, pemerintah terutama dinas kesehatan tidak akan repot dan bisa bekerja dengan santai seperti jaman sebelum Jokowi memimpin Jakarta.

Akhir kata, saya ingin mengajak warga Jakarta untuk mendesak Jokowi agar mencabut Program KJS dan kembali kepada system lama, JAMKESMAS.

 Wassalam

Perpu_
Source : jokowipresiden2014.blogspot.com

Tolak Bank Dunia, Jokowi Harus Didukung




VHRmedia, Jakarta - Gebrakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membatalkan proyek-proyek yang didanai Bank Dunia harus didukung.

Menurut Kordinator Anti Utang Dani Setiawan langkah Jokowi adalah kepeloporan dalam hal kemandirian bangsa.�Jokowi menunjukan kepeloporan dalam menegakkan kemandirian bangsa dan melawan dominasi asing dalam perekonomian nasional,� kata Dani Setiawan, Minggu (7/4).

Dani menyebut  langkah Jokowi membatalkan proyek utang Bank Dunia senilai Rp1,2 triliun dan penolakannya atas desakan untuk penerbitan obligasi daerah harus diapresiasi. 
�Dan Jokowi juga berencana untuk membatalkan kontrak dengan perusahaan air asing yang  menguasai DKI Jakarta sejak lama," katanya.

Menurut Dani, langkah Jokowi itu harus menjadi contoh bagi model pengambilalihan kontrol dan pengelolaan negara atas penguasaan modal asing. Khususnya pengambilan penguasaan asing di bidang sumber daya alam oleh negara yang harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. �KAU mendukung penuh langkah Jokowi. Jokowi sedang melawan asing dan sekarang memang sudah waktunya menegakkan kemandirian bangsa,� kata Dani.

Sebelumnya diberitakan Bank Dunia berjanji akan memberikan pinjaman kepada Pemprov DKI sebesar Rp 1,2 triliun untuk menormalisasi 13 sungai di Jakarta.

Namun sebagai syaratnya Bank Dunia meminta proses relokasi warga di bantaran sungai dijamin penuh hak-haknya.  Kepada Pemprov DKI Bank Dunia juga meminta jaminan warga yang direlokasi tidak menjadi lebih miskin setelahnya. 

Jokowi marah atas syarat tersebut, karena menurutnya tanpa ada syarat itupun dia akan mencari solusi sebaik-baiknya untuk warga yang tinggal di bantaran. Dia menilai bank Dunia terlalu dalam mencampuri urusan Jakarta. �Rumit, ya pastilah, kita ini bapaknya mereka kok. Tapi enggak usah terlalu rinci,� kata Jokowi awal April lalu.

Yang lebih tak masuk akal, kata Jokowi Bank Dunia mendesak Pemprov DKI memberi jaminan semua warga yang direlokasi tetap memiliki pekerjaan. (E2)

Sumber : http://www.vhrmedia.com/new/berita_detail.php?id=2513#.UWJ8_6eBypM.twitter

SBY Pun Bahkan Tak Berani Tolak Bank Dunia



SBY Pun Bahkan Tak Berani Tolak Bank Dunia

JakartaBagusCom. Keputusan Joko Widodo dan pasangannya, Basuki T Purnama menolak pinjaman lunak dari Bank Dunia karena dinilai rumit dan jelimet, terus menuai pujian dari banyak kalangan.

Dani Setiawan dari Koalisi Anti Utang (KAU), misalnya, menyebut sikap kedua pemimpin Jakarta Baru tersebut sebagai langkah tegas yang dapat meningkatkan kedaulatan dan harga diri bangsa.

Sedianya dana pinjaman Rp 1,2 triliun dari Bank Dunia untuk membiayai proyek penanganan banjir, Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) yang diprakarsai oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo dari tahun 2008. Namun akhirnya dibatalkan karena syarat peminjaman dinilai memberatkan, apalagi waktu pengembalian hanya lima tahun dengan bunga yang tinggi.

"Sikap Pemda Jakarta seperti itu bahkan tidak dimiliki Presiden," ujar Dani dalam diskusi serial Kemandirian Bangsa, "Jokowi Melawan Asing, Saatnya Menegakan Kemandirian Bangsa" di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (8/4).

Dani mengatakan, selayaknya rakyat mendukung langkah kedua pemimpin Jakarta tersebut. 

Sumber : http://www.jakartabagus.com/read/2013/04/08/105598/SBY-Pun-Bahkan-Tak-Berani-Tolak-Bank-Dunia-#.UWLCOdgN17U.twitter

Jokowi: Pengusaha Hengkang, Tunjukkan Mana? Siapa?



Jokowi: Pengusaha Hengkang, Tunjukkan Mana? Siapa?

JAKARTA, KOMPAS.com - Ancaman para pengusaha yang menolak UMP Rp 2,2 juta akan hengkang dari Jakarta dianggap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yak terbukti. Menurut Jokowi, yang ada perusahaan yang mengajukan penangguhan penetapan UMP.

"Yang perlu saya sampaikan, sampai detik ini tidak ada satu perusahaan pun yang relokasi (hengkang). Saya sudah cek satu per satu, jangan ada yang bilang gitu lagi," kata Jokowi seusai menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) IX Apindo, di Ballroom Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Senin (8/4/2013).

Mantan wali kota Surakarta ini juga menantang kebenaran isu tersebut. Dia merasa terganggu adanya rumor hengkangnya puluhan perusahaan yang menolak UMP DKI 2013.

"Tunjukkan saya, mana? Siapa? Kalau ekspansi (melebarkan sayap) ke daerah lain iya, tapi kalau relokasi (hengkang) itu enggak ada. Ini penting dan perlu disampaikan karena nanti (bisa) memberikan persepsi yang tidak baik," ujarnya.

Sebelumnya sempat beredar kabar dari Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi yang menyatakan 90 perusahaan akan hengkang dari Jakarta. Rencana hengkang itu dipicu oleh nilai UMP DKI yang ditetapkan sebesar Rp 2,2 juta dan dianggap memberatkan pengusaha.

Jokowi sendiri mengaku tak dapat menahan para pengusaha untuk tetap bertahan di Jakarta. Sebagai gubernur, tugasnya adalah memberitahukan kenaikan UMP dan selanjutnya menjadi wewenang masing-masing pengusaha. 
Sumber :http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/08/15163495/Jokowi.Pengusaha.Hengkang..Tunjukkan.Mana.Siapa

Saturday, April 6, 2013

Jokowi Terbang Tak di Business Class"


Jokowi Terbang Tak di Business Class

Akhir pekan ini Joko Widodo tidak blusukan. Setelah menjalani rutinitas akitivitasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dia meluangkan waktu pulang kampung ke Solo, Jawa Tengah.
Dalam agenda yang dirilis oleh Humas Pemprov DKI, tak ada kegiatan kegubernuran yang dilakukan oleh Jokowi hari ini. Berdasarkan info yang diperoleh melalu jejaring sosial Twitter, ada beberapa warga yang bertemu Jokowi di Solo. Bahkan ada yang menyebutkan kalau kedatangannya ke Solo tanpa didampingi oleh ajudan dan pengawal pribadinya.

Seperti yang ditulis oleh akun twitter @hanumkartiko. "Siap terbang ke Solo, ternyata 1 flight sama Pak Jokowi. Beliau datang ga pake telat, ga rebek pake ajudan, dan ga di business class. Keren!" tulis dia dalam akun twitter-nya.

Warga lainnya yang juga bertemu Jokowi saat berada di Solo adalah @aditsableng1. "Lagi makan di Solo ketemu Jokowi. Hmm," tulis dia.

Sementara itu menurut info yang didapat dari staf Pengamanan Dalam (Pamdal) Rumah Dinas Gubernur DKI, mantan Wali Kota Surakarta itu masih berada di Solo.

"Sepertinya masih di Solo. Soalnya dari tadi pagi, ajudan-ajudannya juga tidak kelihatan," kata pamdal itu.
Berbeda dengan Jokowi yang tak ada kegiatannya hari ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang biasanya memilih libur di akhir pekannya, justru akan mewakili Gubernur menghadiri perayaan Nyepi.

Berdasarkan info resmi yang dirilis Pemprov DKI, Basuki akan menghadiri acara Dharma Santi Nasional dalam rangka perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1935 pada pukul 18.45 WIB, di Istora Senayan, Jakarta Pusat. 

JAKARTA, KOMPAS.com - 
Sumber :http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/07/1042334/Jokowi.Terbang.Tak.di.Business.Class..Keren